blog pemula yang berisi konten ilmu pengetahuan, berita terhangat dan hobi..

Selasa, 12 Mei 2009

Bukan Sekadar Sex



Reality is not reality. In marketing, perception is reality (Dolan and Smith)


LUANGKAN waktu barang sejenak, amati paparan iklan di berbagai media cetak dan elektronik. Apa yang Anda temukan? Ada yang lain daripada yang lain dalam beberapa tayangan iklan akhir-akhir ini. Very attractive! Banyak sensasi kita temukan di sana.
Economic growth yang pesat terbukti menciptakan perubahan sosial-ekonomi yang menyentak. Pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang melanda masyarakat dunia, menciptakan berbagai perubahan gaya hidup sekaligus membuka peluang bisnis yang luar biasa besarnya.
Peluang yang tercipta, mendorong lahirnya dunia usaha yang sangat kompetitif. Semua bidang usaha mulai dari usaha jasa, urusan perut, kenikmatan duniawai, real estate, kendaraan dan lain-lain, tumbuh dengan suburnya dan saling berhimpitan.
Dalam ketatnya persaingan ini, siapa yang tidak inovatif sudah pasti akan tergeser. Diperlukan satu terobosan baru dalam melihat pasar, memasukinya, menganalisa lalu menguasainya.
Melihat tayangan iklan, terasa terjadi penyimpangan perilaku konsumen. Dan deviasi itu telah diantisipasi dengan jeli oleh para produsen. Mereka melihat bahwa konsumen seringkali tidak lagi peduli pada produk yang ditawarkan, tapi lebih interest pada cara bagaimana produk itu dijual.
Produk unggulan, dewasa ini, sepertinya tidak lagi penting bagi konsumen. Membanjirnya beraneka macam produk, membuat konsumen banyak pilihan dan bebas memilih.
Itulah sebabnya upaya parade iklan di media dirasa cukup efektif mempengaruhi konsumen dalam memilih kebutuhannya. Sensasi iklan secara terus menerus akan "membantu" konsumen untuk mengingat produk yang dibutuhkan.
***
SEBUAH kereta api tiba-tiba lewat. Mobil sedan yang diparkir dekat rel kereta mendadak berjalan sendiri. Belum sampai tersenggol kereta, suuut... mobil terhenti sendiri. Sepasang suami istri yang ada di dalamnya kaget. Tapi berangsur wajah mereka terlihat lega. Mobil terhenti karena rodanya terganjal kotak alat kontrasepsi. Insiden "kecelakaan" pun urung terjadi. Iklan nakal!
Atau mungkin Anda pernah mengamati iklan rokok yang menampilkan sosok perempuan, iklan mobil dengan asosiasi wanita? Atau iklan-iklan lain dengan sensasi-sensasinya yang lain pula. Atau produk sebuah rokok dengan bukan basa-basinya? Itulah realitas iklan yang tidak lagi menampilkan produk, tapi lebih menonjolkan suasana dan imaji.
Saat ngobrol di sebuah cafe dan melihat sebuah produk rokok yang ditawarkan oleh wanita-wanita cantik, dengan berkelakar seorang teman menyatakan bahwa konsep pemasaran selama ini ternyata masih kurang lengkap.
Jika selama ini kita hanya mengenal 4P (price, product, placement dan promotion), lalu Philip Kotler menambahinya lagi dengan 2P (power dan public relations), menurut teman tadi perlu ada satu P lagi. Apa itu? P yang ini adalah perempuan. Ini tentunya bukan bermaksud merendahkan, tapi itulah realita bisnis selama ini. Sensasional. Dan sensasi selain wanita dalam iklan juga ada, bahkan banyak.
Pakar marketing sekaligus praktisi bisnis Kafi Kurnia pernah melontarkan gagasan berani tentang strategi pemasaran Sex Marketing. Tapi jangan salah duga, sex yang dimaksud Kafi bukanlah soal perkelaminan, persetubuhan atau soal "kekuasaan" yang dikendalikan oleh sex seperti dalam tampuk pemerintahan raja-raja. Bukan pula filsafat dan kekuasan sex-nya Michael Faoucault seperti tertuang dalam The History of Sexuality. Serta bukan sekadar Sex in Advertising dan juga tidak soal Power Sexuality.
Sex-nya Kafi, demikian seperti disinggung pula oleh Am Lilik Agung dalam Starategi Bisnis-nya, adalah Sensansional, Entrepreneuship dan faktor X. Ketika sebuah produk tiba-tiba menjadi banyak pesaingnya, atau mendadak dia menjadi produk yang membosankan atau ketinggalan zaman, maka produk tersebut perlu "dimanipulasi" lewat iklan agar lebih sensasional.
Menurut Kafi, lebih baik saat ini lupakan produk, tapi perhatikan siapa konsumen Anda. Bila perlu, kata Kafi lagi, buang jauh-jauh teori diferensiasi produk. Ganti saja dengan diferensiasi konsumen. Dengan begitu para marketing harus selalu mendekati konsumennya lewat iklan dengan memunculkan iklan-iklan nyleneh atau beriklan secara terus menerus.
Hanya orang-orang yang mempunyai jiwa entrepreneurship lah yang bisa memunculkan iklan-iklan penuh sensasi. Tidak harus belajar di ujung dunia untuk menjadi seperti itu, tapi perlu kesabaran, kejelian serta ketelatenan dalam melihat dan menangkap peluang. Selebihnya selalu inovatif.
Selanjutnya, jika sudah bisa mengaplikasikan sikap entrepreneurship, biarkan faktor X-nya yang berjalan. Apakah dia? Dialah yang dinamakan keberanian, keberuntungan dan kebetulan. Hanya orang-orang yang berani saja yang mempunya peluang beruntung cukup tinggi. Sementara orang yang tak pernah berani mencoba, dia tak akan pernah mendapatkan apa-apa. ***

2 komentar:

  1. waahh...bagus banged tuhh....

    apalagi iklannya. kadang gag 'ngeh juga dengan iklan2 kayak gitu. hehehehe....tulisannya bagus sis.... jadi ngerti tentang materi yang gag di ajarin di kampus aku. hehehe...ciayoo terusss...

    BalasHapus